JAm Sekarang

Selasa, 22 Maret 2011

kisah nyata ke setiaan anjing pada tuannya sampai mati

   






Kisah ini berdasarkan kisah nyata tentang seekor anjing bernama Hachiko. Kisah Hachiko sendiri sudah cukup lama. Dia lahir di tahun 1923 di sebuah perfektur bernama Akita. Lalu seorang profesor bernama Hidesaburo Ueno yang saat itu berusia 53 tahun memeliharanya. Di rumah keluarga Ueno yang berdekatan dengan Stasiun Shibuya inilah kisah Hachiko dimulai.


Saat Hachi mulai tumbuh besar sudah menjadi kebiasaan ketika Profesor
Ueno berangkat bekerja, Hachi selalu mengantar kepergian tuannya hingga
ke depan pintu Stasiun Shibuya. Di petang hari saat jam pulang kerja,
Hachi kembali datang ke stasiun untuk menjemput dan menunggu kedatangan
Profesor Ueno. Hal ini terjadi berulang-ulang setiap hari.


Pada 21 Mei 1925, seusai mengikuti rapat di kampus, Profesor Ueno
mendadak meninggal dunia. Tetapi Hachi masih tidak mengerti kalau
Profesor Ueno sudah meninggal. Setiap hari, sekitar jam kepulangan
Profesor Ueno, Hachi terlihat duduk menunggu kepulangan majikannya di
depan pintu Stasiun Shibuya. Tubuhnya pun mulai menjadi kurus dan tidak
terurus. Beberapa kerabat Profesor Ueno beberapa kali menjemput dan
mengambilnya, tetapi Hachi selalu kembali lagi ke Stasiun Shibuya
menunggu kedatangan tuannya.


Pada tahun 1932, kisah Hachi menunggu majikan di stasiun mengundang
perhatian Hirokichi Saito dari Asosiasi Pelestarian Anjing Jepang.
Prihatin atas perlakuan kasar yang sering dialami Hachi di stasiun,
Saito menulis kisah sedih tentang Hachi. Artikel tersebut dikirimkannya
ke harian Tokyo Asahi Shimbun, dan dimuat dengan judul Itoshiya roken
monogatari (“Kisah Anjing Tua yang Tercinta”). Publik Jepang akhirnya
mengetahui tentang kesetiaan Hachi yang terus menunggu kepulangan
majikan. Setelah Hachi menjadi terkenal, pegawai stasiun, pedagang, dan
orang-orang di sekitar Stasiun Shibuya mulai menyayanginya. Sejak itu
pula, akhiran “ko” (“sayang”) ditambahkan di belakang nama Hachi, dan
orang memanggilnya “Hachiko”.
Sekitar tahun 1933, kenalan Saito, seorang pematung bernama Teru Ando
tersentuh dengan kisah Hachiko. Ia ingin membuat patung untuk Hachiko.
Patung perunggu Hachiko selesai dibuat dan diresmikan tahun 1934,
diletakkan di depan Stasiun Shibuya.


Selama 9 tahun lebih, setiap hari Hachiko muncul di stasiun Shibuya
pada pukul 3 sore, saat dimana dia biasa menunggu kepulangan tuannya.
Namun hari-hari itu adalah saat dirinya kecewa karena tuannya tidak
kunjung datang. Sampai pada suatu pagi tanggal 8 Maret 1935, Hachiko,
13 tahun, ditemukan sudah tidak bernyawa di jalan dekat Jembatan Inari,
Sungai Shibuya. Tempat tersebut berada di sisi lain Stasiun Shibuya
dimana Hachiko biasanya tidak pernah pergi ke sana. Hachiko sudah mati.
Kesetiaannya kepada sang tuannya pun terbawa sampai mati.


Warga yang mendengar kematian Hachiko segera berduyun-duyun ke
stasiun Shibuya. Mereka umumnya sudah tahu cerita tentang kesetiaan
anjing itu. Mereka ingin menghormati untuk yang terakhir kalinya.
Upacara perpisahan dengan Hachiko dihadiri orang banyak di Stasiun
Shibuya, termasuk janda almarhum Profesor Ueno, kerabat dekat, dan
penduduk setempat. Biksu dari Myoyu-ji diundang untuk membacakan sutra.
Upacara pemakaman Hachiko berlangsung seperti layaknya upacara pemakaman
manusia. Hachiko dimakamkan di samping makam Profesor Ueno di Pemakaman
Aoyama. Bagian luar tubuh Hachiko di offset, dan hingga kini dipamerkan
di Museum of Nature and Science Tokyo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

klik disini

klik di sini

klik here